Lisensi

TFj8RqInYZj5YZjnRqImRqjvT7TusBSpMXQpaVQps6ftMBQcsrfoaBL=

Promo dengan diskon menarik

×
Promo dengan diskon menarik *Promo berlaku sampai anda membeli template ini

Lamaranmu Kutolak !

https://www.shidiqweddingcard.com/2009/11/lamaranmu-kutolak.html
Lamaranmu Kutolak !
Harga
      Berat
      Pre Order
      Video
      Tampilkan Video Produk
      Voucher
      Tampilkan Voucher
      Jumlah
      Percetakan Undangan Pernikahan Model Unik - ShidiqWeddingCard.com

      Mereka, lelaki dan perempuan yang begitu berkomitmen dengan agamanya.

      Melalui ta’aruf yang singkat dan hikmat, mereka memutuskan untuk
      melanjutkannya menuju khitbah.

      Sang lelaki, sendiri, harus maju menghadapi lelaki lain: ayah sang perempuan.
      Dan ini, tantangan yang sesungguhnya. Ia telah melewati deru
      pertempuran semasa aktivitasnya di kampus, tetapi pertempuran yang
      sekarang amatlah berbeda.

      Sang perempuan, tentu saja siap membantunya. Memuluskan langkah mereka
      menggenapkan agamanya.

      Maka, di suatu pagi, di sebuah rumah, di sebuah ruang tamu, seorang
      lelaki muda menghadapi seorang lelaki setengah baya, untuk ‘merebut’
      sang perempuan muda, dari sisinya.

      “Oh, jadi engkau yang akan melamar itu?” tanya sang setengah baya.
      “Iya, Pak,” jawab sang muda.
      “Engkau telah mengenalnya dalam-dalam? ” tanya sang setengah baya
      sambil menunjuk si perempuan.
      “Ya Pak, sangat mengenalnya, ” jawab sang muda, mencoba meyakinkan.
      “Lamaranmu kutolak. Berarti engkau telah memacarinya sebelumnya? Tidak
      bisa. Aku tidak bisa mengijinkan pernikahan yang diawali dengan model
      seperti itu!” balas sang setengah baya.
      Si pemuda tergagap, “Enggak kok pak, sebenarnya saya hanya kenal
      sekedarnya saja, ketemu saja baru sebulan lalu.”
      “Lamaranmu kutolak. Itu serasa ‘membeli kucing dalam karung’ kan, aku
      takmau kau akan gampang menceraikannya karena kau tak mengenalnya.
      Jangan-jangan kau nggak tahu aku ini siapa?” balas sang setengah baya,
      keras.

      Ini situasi yang sulit. Sang perempuan muda mencoba membantu sang
      lelaki muda. Bisiknya, “Ayah, dia dulu aktivis lho.”

      “Kamu dulu aktivis ya?” tanya sang setengah baya.
      “Ya Pak, saya dulu sering memimpin aksi demonstrasi anti Orba di
      Kampus,” jawab sang muda, percaya diri.
      “Lamaranmu kutolak. Nanti kalau kamu lagi kecewa dan marah sama
      istrimu, kamu bakal mengerahkan rombongan teman-temanmu untuk mendemo
      rumahku ini kan?”
      “Anu Pak, nggak kok. Wong dulu demonya juga cuma kecil-kecilan. Banyak
      yang nggak datang kalau saya suruh berangkat.”
      “Lamaranmu kutolak. Lha wong kamu ngatur temanmu saja nggak bisa, kok
      mau ngatur keluargamu?”

      Sang perempuan membisik lagi, membantu, “Ayah, dia pinter lho.”
      “Kamu lulusan mana?”
      “Saya lulusan Teknik Elektro UGM Pak. UGM itu salah satu kampus
      terbaik di Indonesia lho Pak.”
      “Lamaranmu kutolak. Kamu sedang menghina saya yang cuma lulusan STM
      ini tho? Menganggap saya bodoh kan?”
      “Enggak kok Pak. Wong saya juga nggak pinter-pinter amat Pak. Lulusnya
      saja tujuh tahun, IPnya juga cuma dua koma Pak.”
      “Lha lamaranmu ya kutolak. Kamu saja bego gitu gimana bisa mendidik
      anak-anakmu kelak?”

      Bisikan itu datang lagi, “Ayah dia sudah bekerja lho.”
      “Jadi kamu sudah bekerja?”
      “Iya Pak. Saya bekerja sebagai marketing. Keliling Jawa dan Sumatera
      jualan produk saya Pak.”
      “Lamaranmu kutolak. Kalau kamu keliling dan jalan-jalan begitu, kamu
      nggak bakal sempat memperhatikan keluargamu.”
      “Anu kok Pak. Kelilingnya jarang-jarang. Wong produknya saja nggak
      terlalu laku.”
      “Lamaranmu tetap kutolak. Lha kamu mau kasih makan apa keluargamu,
      kalau kerja saja nggak becus begitu?”

      Bisikan kembali, “Ayah, yang penting kan ia bisa membayar maharnya.”
      “Rencananya maharmu apa?”
      “Seperangkat alat shalat Pak.”
      “Lamaranmu kutolak. Kami sudah punya banyak. Maaf.”
      “Tapi saya siapkan juga emas satu kilogram dan uang limapuluh juta Pak.”
      “Lamaranmu kutolak. Kau pikir aku itu matre, dan menukar anakku dengan
      uang dan emas begitu? Maaf anak muda, itu bukan caraku.”

      Bisikan, “Dia jago IT lho Pak”
      “Kamu bisa apa itu, internet?”
      “Oh iya Pak. Saya rutin pakai internet, hampir setiap hari lho Pak
      saya nge-net.”
      “Lamaranmu kutolak. Nanti kamu cuma nge-net thok. Menghabiskan
      anggaran untuk internet dan nggak ngurus anak istrimu di dunia nyata.”
      “Tapi saya ngenet cuma ngecek imel saja kok Pak.”
      “Lamaranmu kutolak. Jadi kamu nggak ngerti Facebook, Blog, Twitter,
      Youtube? Aku nggak mau punya mantu gaptek gitu.”

      Bisikan, “Tapi Ayah…”
      “Kamu kesini tadi naik apa?”
      “Mobil Pak.”
      “Lamaranmu kutolak. Kamu mau pamer tho kalau kamu kaya. Itu namanya
      Riya’. Nanti hidupmu juga bakal boros. Harga BBM kan makin naik.”
      “Anu saya cuma mbonceng mobilnya teman kok Pak. Saya nggak bisa nyetir”
      “Lamaranmu kutolak. Lha nanti kamu minta diboncengin istrimu juga? Ini
      namanya payah. Memangnya anakku supir?”

      Bisikan, “Ayahh..”
      “Kamu merasa ganteng ya?”
      “Nggak Pak. Biasa saja kok”
      “Lamaranmu kutolak. Mbok kamu ngaca dulu sebelum melamar anakku yang
      cantik ini.”
      “Tapi pak, di kampung, sebenarnya banyak pula yang naksir kok Pak.”
      “Lamaranmu kutolak. Kamu berpotensi playboy. Nanti kamu bakal selingkuh!”

      Sang perempuan kini berkaca-kaca, “Ayah, tak bisakah engkau tanyakan
      soal agamanya, selain tentang harta dan fisiknya?”
      Sang setengah baya menatap wajah sang anak, dan berganti menatap sang
      muda yang sudah menyerah pasrah.
      “Nak, apa adakah yang engkau hapal dari Al Qur’an dan Hadits?”
      Si pemuda telah putus asa, tak lagi merasa punya sesuatu yang berharga.
      Pun pada pokok soal ini ia menyerah, jawabnya, “Pak, dari tiga puluh
      juz saya cuma hapal juz ke tiga puluh, itupun yang pendek-pendek saja.
      Hadits-pun cuma dari Arba’in yang terpendek pula.”
      Sang setengah baya tersenyum, “Lamaranmu kuterima anak muda. Itu
      cukup. Kau lebih hebat dariku. Agar kau tahu saja, membacanya saja
      pun, aku masih tertatih.”
      Mata sang muda ikut berkaca-kaca.

      Ini harus happy ending, bukan?

      diperoleh dari sebuah milis.



      Tidak ada komentar untuk "Lamaranmu Kutolak !"

      4842429899822432807
      banner
      banner
      Lamaranmu Kutolak !

      Produk Terkait

      Azizah

      Azizah Sepatu Cewek All Ukuran, Warna Hitam : 2021-07-21 21:42:22

      Nissa An Nashr

      Nissa An Nashr HP Android : 2021-07-21 08:00:00

      Azis Zainuddin

      Azis Zainuddin Webcame : 2021-07-20 07:42:22

      Azid Zainuri

      Azid Zainuri Jam Tangan Anti Air : 2021-07-19 21:42:22
      Chat Kami disini

      Form Bantuan Whatsapp

      Hello! Ada yang bisa dibantu?
      ×
      Ok
      ×
      Total Harga ( Produk)

      :

      :

      Ongkos kirim akan muncul setelah ongkir dipilih

      Biaya ongkir: dg berat ()
      Total Pembayaran:
      Tulis 3 huruf, dan klik kota tempat tinggal Anda
      Tulis 3 huruf, dan klik Kecamatan tempat tinggal Anda
      Tambahkan jalan, RT/RW dan kode pos tempat inggal Anda

      Tulis catatan disini untuk keterangan lainnya

      Tampilkan Kupon